Jihan Farraas Nabiilah1, Prasasti Damai Larasati2
Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Magetan
Abstrak :
Rayap
menjadi ancaman bagi para pengrajin
karena menyerang bambu apus yang digunakan
sebagai bahan kerajinan. Selama ini, pengrajin mengawetkan bambu dengan cara merendam
bambu dengan lumpur,
menjemur bambu, dan menggunakan bahan kimia. Daun tembakau
dengan kandungan utama berupa nikotin banyak dipelajari sebagai bahan
pengawetan bambu. Namun, pembuatan
nanopartikel ekstrak tembakau belum banyak diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan
konsentrasi optimum nanopartikel ekstrak tembakau terhadap serangan rayap pada bambu apus. Metode yang digunakan
adalah metode kuantitatif dengan
teknik eksperimental laboratorium. Tahapan pembuatan nanopartikel ekstrak
tembakau diawali dengan pembuatan
ekstrak tembakau menggunakan metode maserasi dengan pelarut ethanol 96%. Tahap selanjutnya yaitu
pembuatan nanopartikel ekstrak tembakau. Berdasarkan uji PSA diperoleh hasil F5 memiliki ukuran partikel paling kecil
dibandingkan dengan formula lainnya. Kemudian
nanopartikel ekstrak tembakau diaplikasikan pada bambu apus dan diujikan ke
rayap. Hasil dari pengujian ini
adalah bambu apus yang telah diberi perlakuan nanopartikel ekstrak tembakau tidak didekati oleh rayap. Hal
tersebut dibuktikan dengan adanya mortalitas rayap yang tinggi pada perlakuan F5
Kata Kunci : Nanopartikel, ekstrak
tembakau, bambu apus, rayap.
Abstract:
Termites were a problem
to craftsmen because they attacked apus bamboo which was used as a craft material. So far, craftsmen
had preserved bamboo by soaking the bamboo in mud, drying the bamboo, and using chemicals. Tobacco
leaves, the main content of which was nicotine, had been studied as a bamboo
preservative. However, the manufacture of tobacco extract
nanoparticles had not been studied.
The aim of this research was to determine the effect and optimal concentration of tobacco extract nanoparticles on termite attacks on apus
bamboo. The method was quantitative method
with laboratory experiment techniques. The steps of making tobacco extract
nanoparticles begin with making
tobacco extract using the maceration method with 96% ethanol solvent. Then, It was making tobacco extract nanoparticles.
Based on the PSA test, the results showed that F5 had the smallest particle size compared to other formulas. Then
tobacco extract nanoparticles were applied to bamboo shoots and tested on termites. The results of this test were that bamboo that had
been treated
with tobacco extract nanoparticles were not came by termites. This was proven
by the high termite mortality in the F5
treatment..
Keywords: Nanoparticles, tobacco
extract, apus bamboo, termites.
PENDAHULUAN
Magetan merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur
yang populer dengan
objek wisata. Salah satunya Telaga Sarangan. Pariwisata tersebut memengaruhi munculnya pengusaha di berbagai sektor pendukung kegiatan wisata. Selain pariwisata, Kabupaten Magetan terkenal
dengan kerajinan yang menjadi sektor pendapatan bagi masyarakat di Magetan. Ada kerajinan kulit dan bambu yang menjadi penyumbang perekonomian daerah di Kabupaten Magetan. Namun, kerajinan bambu patut mendapat perhatian
lebih.
Sebab, usaha tradisional itu tetap eksis di era serba modern seperti sekarang ini. Tanaman
bambu yang melimpah
menjadikan bambu sebagai
ikon Kabupaten Magetan
sehingga dijuluki “Pring Sedapur” yang memiliki arti “serumpun pohon bambu”. Sebagian
besar masyarakat Kabupaten
Magetan memiliki tanaman bambu di mana hasil panen bambu tersebut digunakan untuk anyaman. Sumber bahan baku bambu yang berlimpah membuat masyarakat Magetan memanfaatkan bambu
tersebut sebagai sumber
perekonomian.
Upaya
pelestarian bambu pun digalakkan oleh Pemerintah Kabupaten
Magetan melalui Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magetan.
Dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, DLH Magetan menggelar festival tahunan, yaitu “Festival Bambu dengan Tema Magetan Jadoel 2024”. Festival
yang mengusung kearifan
lokal
tersebut diikuti oleh seluruh stakeholder di Magetan dan sekolah adiwiyata. Salah satunya, MTsN 5 Magetan.
Acara tersebut merupakan
kolaborasi antara stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan, peningkatan
perekonomian, dan pencegahan dampak lingkungan sehingga tercapai keseimbangan antara sektor ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Kegiatan itu
juga merupakan wadah bagi pengrajin bambu di Magetan
untuk mempromosikan hasil kerajinan mereka kepada pengunjung festival.
Salah
satu sentra Industri
Kecil Menengah (IKM) yang
memproduksi anyaman bambu dengan bahan dasar bambu apus adalah Desa Ringinagung. Bambu apus memiliki
keunggulan dibanding bambu yang lain.
Keunggulan bambu apus di antaranya
seratnya halus, mudah dibentuk atau lentur, harganya lebih murah, lebih tahan lama dan mudah didapatkan di lingkungan masyarakat. Selain itu, bambu apus memiliki potensi
yang bagus untuk dimanfaakan (Putro,
Jumari, & Murningsih, 2014). Di sana berbagai
macam kerajinan dibuat seperti
caping, tempat buah, alat hiasan
lampu, besek, asbak dsb. Dalam penggunaan
bahan baku, bambu apus tidak dapat
bertahan lama karena adanya serangan hama perusak,
yaitu rayap. Frekuensi
kerusakan bambu yang disebabkan serangga cukup tinggi yaitu 92,6%. Kerusakan
ini disebabkan oleh rayap kayu kering sebesar
51%, bubuk kayu kering sebesar
18% dan sisanya 31% disebabkan oleh rayap tanah dan kumbang
Xylocopha sp (Barly, 2009). Kandungan
zat pati di dalam serat bambu pada
usia 1 sampai 2 tahun pertama
tinggi, sehingga hama
menyerang pada bambu (Nafed, 2011).
Andalusia (1984) membuktikan bahwa
pada bambu apus terdapat intensitas serangan yang cukup tinggi terhadap
serangan rayap kayu kering tanpa perlakuan jika
dibandingkan dengan yang diberi perlakuan
perendaman dalam lumpur.
Untuk mengurangi serangan
rayap, pengrajin selama ini menerapkan cara pengawetan menggunakan bak perendam (menyerupai kolam) dengan ukuran yang panjang. Akibatnya, hasil pengawetan
kurang memuaskan karena menyebabkan penampilan bambu
menjadi bercak-bercak (kusam) pada kulit luarnya.
Selain itu, pengrajin
menggunakan cara menjemur di bawah sinar matahari. Tetapi, untuk mengetahui bambu yang
cukup tahan terhadap serangan rayap, diperlukan
waktu yang lama setidaknya enam bulan.
Sedangkan, pengawetan bambu apus dengan bahan kimia dapat mencemari lingkungan.
Nanoteknologi akhir-akhir ini meningkatkan segala aspek kebutuhan
manusia. Senyawa logam berukuran nano menunjukkan aktivitas
yang lebih baik dibandingkan
ukuran yang lebih besar dalam menghambat perkembangan hidup mikroba (Loo dkk, 2018). Nikotin yang terdapat
dalam daun tembakau mudah diekstrak
dengan air dan bersifat racun
terhadap serangga. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Sutjipto (2009), pengawetan bambu apus dengan ekstrak tembakau hanya mampu mematikan rayap
kayu kering
sebanyak 61%.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti
mengembangkan penelitian dengan judul “Inovasi
Nanopartikel sebagai Pengawet
Bambu Apus Anti Rayap”.
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental
laboratorium yang dilaksanakan di Laboratorium B2P2TOOT Tawangmangu dan Laboratorium Fakultas
Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Subjek penelitian adalah nanopartikel, ekstrak
tembakau, bambu apus dan rayap. Sampel yang digunakan adalah pembuatan nanopartikel ekstrak tembakau dengan
konsentrasi yang berbeda kemudian diujikan terhadap bambu agar terhindar dari rayap. Alat yang digunakan
di antaranya gergaji
manual, oven, beaker glass dengan
berbagai ukuran, hotplate magnetic stirrer,
corong buchner, rotary vacuum evaporator, PSA, sentrifuge, kuvet, ultra turrax, neraca analitik, whaterbath, tabung reaksi, cawan uap, kertas saring dengan ukuran 0,4 mikron, buret,
mikropipet. Peneliti menggunakan bahan daun tembakau kering, bambu apus, 0,2% kitosan, 0,1% sodium tripolifosfat, ethanol 96%,
rayap kayu kering (Cryptotermes Cynocephalus Light), aqua destillata, asam asetat, gliserin, aqua for injection.
Teknik analisis data kuantitatif
dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama ialah
persiapan sampel dilakukan
dengan pemotongan bambu
menjadi berbagai ukuran yang seragam
(3 cm) sebanyak 30 biji kemudian sampel bambu apus dikeringkan
dengan menggunakan oven kurang lebih 24
jam sampai kadar air bambu 13%. Pembuatan ekstrak
tembakau dari daun tembakau didapatkan dari Dusun Ngrobyong, Sidomulyo, Magetan
sebanyak 30 kg. Kemudian dioven dengan suhu 50°C Selama 2x24 jam Tembakau di blender untuk memperkecil ukuran partikel. Setelah menjadi serbuk,
daun tembakau di maserasi dengan ethanol 96% (1:10) selama 1x24 jam Dengan sesekali pengadukan. Filtrat kemudian diuapkan
dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 55°C.
Lalu, diuapkan dengan oven selama 3 x 24 jam untuk mendapatkan
ekstrak yang kental. Pembuatan larutan kitosan
dengan cara menimbang
kitosan sebanyak 2,4 gr kemudian dilarutkan dengan asam acetat 1% sampai 1000mL dengan menggunakan pengaduk
magnetic stirrer.
Pembuatan larutan sodium tripolifosfat sebanyak 0,12 g dilarutkan dalam aqua bidestillata sampai 100mL dengan menggunakan pengaduk
magnetic stirrer
dengan kecepatan 700 rpm. Pembuatan
larutan ekstrak tembakau
dengan cara menimbang ekstrak kental sebesar 5,4
gram kemudian di tambahkan aqua 160mL dan gliserin
sebanyak 40 ml. Pembuatan larutan nanopartikel ekstrak
tembakau pada F2 dengan cara mengambil 3,7 ml (variasi
konsentrasi 0%-10%) dicampurkan dengan larutan kitosan
92 mL (variasi konsentrasi) kemudian
diaduk menggunakan pengaduk
magnetic stirrer
pada kecepatan 700rpm sampai larut, kemudian tambahkan
larutan Sodium TPP sebanyak
8,3 mL secara tetes demi tetes
menggunakan buret dan dibantu pengadukan menggunakan magnetic stirrer
pada kecepatan 700 rpm. Nanopartikel
kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui ukuran partikel menggunakan PSA. Masing- masing formula diambil 100 mikro kemudian diencerkan ke dalam 10mL aqua for
injection kemudian diaduk perlahan
sampai terbentuk disperse.
Tahap
kedua dilakukan dengan pengujian
bambu terhadap rayap. Pengujian keawetan alami bambu terhadap
serangan rayap kayu kering.
Contoh uji bambu dipotong dengan
ukuran 3 cm. Kemudian dioven
dengan suhu 50oC
selama 24 jam untuk mendapatkan berat bambu sebelum pengujian
(W1). Selanjutnya bambu dimasukkan ke dalam toples sehingga bambu menyentuh dinding
botol uji. Sebanyak 50 ekor rayap tanah yang sehat dan aktif
dimasukkan ke dalam toples uji.
Toples uji ditutup dan disimpan diruang gelap selama 12 hari. Setiap 3hari sekali, contoh uji dibongkar, dibersihkan dan dihitung
jumlah rayap yang masih hidup untuk menentukan mortalitasnya.
HASIL
Uji ekstrak tembakau dilakukan dengan uji organoleptis lalu dihitung nilai rendemennya. Rendemen
merupakan perbandingan berat ekstrak yang dihasilkan dengan
berat simplisia sebagai
bahan baku.
% rendemen
= 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ x 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎
% rendemen = 213,13 x
100% = 0,27%
800,89
Formula |
Ukuran partikel (nm) |
Rata-rata ± SD |
||
Uji |
Replikasi 1 |
Replikasi 2 |
||
F1 |
469,9 |
625,4 |
656,8 |
584,03±100,08 |
F2 |
700,9 |
809,1 |
244,1 |
584,70±299,88 |
F3 |
324,6 |
292,3 |
453,0 |
356,63 ± 85,00 |
F4 |
166,9 |
157,8 |
167,0 |
163,90 ± 5,28 |
F5 |
142,5 |
155,0 |
151,2 |
149,56 ± 6,40 |
Hasil dapat
dilihat pada tabel
dibawah ini :
Diagram 1. Ukuran Nanopartikel
Tabel 2. Hasil Ukuran
Partikel, Rata-Rata dan SD pada masing-masing Formula
Keterangan :
F1 : Formulasi
nanopartikel tanpa ekstrak
tembakau
F2 : Formulasi nanopartikel ekstrak
tembakau 1% dengan variasi pencampuran dengan magnetic stirrer selama 24 jam
F3 : Formulasi nanopartikel ekstrak
tembakau 2% dengan variasi
pencampuran dengan ultra turrax
selama 40 menit
F4: Formulasi nanopartikel ekstrak
tembakau 5% dengan variasi pencampuran dengan
metode ekstraksi daun tembakau secara signifikan memengaruhi ukuran nanopartikel (P<
0,05). Hasil ini mengindikasikan bahwa
metode ekstraksi menghasilkan ukuran
partikel ekstrak yang
berbeda, namun pada akhirnya menghasilkan ukuran nanopartikel yang berbeda
pula suhu, waktu, dan perlakuan fisik (pengadukan) selama ekstraksi berperan
penting dalam menentukan ukuran nanopartikel.
Hasil ukuran partikel sistem
nanopartikel F1, F2, F3, F4, dan F5
dapat dilihat pada grafik dan tabel
dibawah ini :
ultra turrax selama 60 menit
F5 : Formulasi nanopartikel ekstrak
tembakau 5% dengan variasi
pencampuran dengan ultra turrax
selama 120 menit
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
waktu ultrasonikasi dan magnetic stirrer serta sentrifugasi berpengaruh terhadap ukuran partikel
sistem nanopartikel. Pada F4 dan F5 memiliki
ukuran nanopartikel paling
terkecil, hal tersebut disebabkan karena pada F5 dilakukan
ultra turrax selama 120 menit, sentrifugasi selama 5 menit, dan penyaringan sebelum uji PSA, dan pada F4 dilakukan
ultra turrax selama 60 menit kemudian
di sentrifugasi selama 5 menit dan penyaringan sebelum uji PSA.
Kriteria Uji One Way ANOVA adalah
jika p-value < α (0,05) menyimpulkan bahwa ada perbedaan
signifikan dalam ukuran nanopartikel di antara kelompok
perlakuan dan apabila
p-value > 0,05 maka tidak ada perbedaan
signifikan dalam ukuran nanopartikel atau terdistribusi normal.
Hasil statistic One Way ANOVA menunjukkan nilai
signifikansi p>0,05 yang berarti data terdistribusi normal.
Selanjutnya hasil uji Tukey menunjukkan bahwa ada perbedaan
bermakna ukuran partikel antar formula yaitu pada F5, F4 dan F3 menunjukkan hasil yang sama dan Pada F3, F2 dan F1 menunjukkan hasil yang sama.
Pengujian pada bambu dimulai dari menganalisis
nilai kehilangan bambu sebelum dan sesudah
pengeringan. Nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap dapat dilihat pada diagram berikut ini :
Diagram 2. Hasil Uji Kerapuhan Bambu Klasifikasi
ketahanan bambu terhadap rayap kayu kering
SNI 01.7206.2006
Kelas |
Ketahanan |
Kehilangan Berat (%) |
I |
Sangat tahan |
< 2,0 |
II |
Tahan |
2,0 – 4,4 |
III |
Sedang |
4,4 – 8,2 |
IV |
Buruk |
8,2 – 28,1 |
V |
Sangat Buruk |
Ø 28,1 |
Tabel 3. Klasifikasi etahanan Bambu
Dari diagram di atas dapat disimpulkan bahwa Formula 0 nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap kayu
kering berkisar 14,33 – 26,71 artinya
pada standar SNI 01.7202.2006 klasifikasi ketahanan
bambu terhadap rayap kering masuk kedalam
kelas IV dengan range antara 8,2 – 28,1 %. Pada formula ke 1 nilai kehilangan berat bambu
setelah diumpankan pada rayap kayu kering berkisar
8,1-10,83 yang masuk
kedalam kelas sedang dengan
range 4,4 – 8,2%. Pada formula ke 2 nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap kayu kering berkisar
3-4,8 yang masuk ke dalam kelas Tahan.
Pada formula ke 3 nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap berkisar 7,5 – 3,5 yang masuk kedalam
kelas III yaitu Sedang. Pada formula ke-4 nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap kayu kering berkisar 3,16-1,5
yang masuk kedalam kelas II yaitu Tahan. Pada Formulasi ke 5 nilai kehilangan berat
bambu setelah diumpankan pada rayap
kayu kering berkisar 1-2,2 yang
terletak pada kelas I yaitu sangat Tahan.
Hasil
analisis ragam konsentrasi menunjukkan bahwa konsentrasi dari nanopartikel ekstrak
tembakau berpengaruh nyata terhadap nilai kehilangan berat.
Pada formula II, ke IV dan ke V mempunyai
ketahanan yang sama terhadap rayap kayu kering daripada formula ke III, ke I dan
ke 0. Pada Formula ke 0 memiliki
katahanan yang buruk, hal ini
disebabkan karena pada bambu tersebut sebagai
control. Pada bambu kandungan hemiselulosa (pati) sangat menentukan kerentanan bambu terhadap
serangan organisme perusak kayu (rayap dan bubuk kayu kering).
Diagram
3 menunjukkan presentase mortalitas rayap tanah diakhir pengujian pada ke lima formulasi yang diuji dengan
F0 sebagai formulasi kontrol yang tanpa diberi
perlakuan apapun. Pada F0 jumlah rayap yang mati
hanya sedikit karna tanpa
perlakuan. Untuk Nilai MR terbanyak terdapat pada F5 dengan rentang
kematian rayap 100%.
Diagram 3. Diagram mortalitas rayap kayu kering pada 5 formula nanopartikel ekstrak tembakau diakhir pengujian.
PEMBAHASAN
Daun tembakau yang telah dipetik,
dirajang kecil-kecil, dicuci lalu dibawa ke B2P2TOOT
Tawangmangu untuk dilakukan
pengeringan menggunakan oven dengan suhu 50°C
selama 2x24 jam, setelah itu dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan blender kemudian diekstraksi dengan metode maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan cara merendam kurang lebih 800,89 gr
serbuk daun tembakau dalam pelarut
ethanol 96% dengan
perbandingan 1 : 10 selama
1 x 24 jam pada suhu kamar dengan setiap 6 jam
sekali diaduk. Pada proses perendaman, sampel tumbuhan akan mengalami pemecahan
dinding dan membrane sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga
metabolit sekunder yang ada di
dalam sitoplasma akan terlarut dalam
pelarut
organik (Badaring, dkk, 2020). Proses penyaringan
dilakukan dengan menggunakan corong buchner
untuk memisahkan antara filtrat dan residu. Filtrat
yang dihasilkan berwarna
hijau pekat. Warna hijau pekat disebabkan oleh pelarut ethanol
96% yang dapat melarutkan pigmen berupa warna hijau klorofil dari daun tembakau. Setelah itu
filtrat dilakukan pemisahan dengan rotary vacuum evaporator, lalu
dioven pada suhu 3 x 24 jam untuk membantu
pengentalan ekstrak. Kemudian
filtrat ditimbang, di lakukan uji organoleptis
lalu dihitung nilai rendemennya. Rendemen merupakan
perbandingan berat ekstrak
yang dihasilkan dengan berat simplisia
sebagai bahan baku. Semakin tinggi nilai rendemen menunjukkan bahwa ekstrak yang dihasilkan semakin besar. (Nahor, Evelina
M., 2020).
Karakterisasi sediaan nanopartikel dapat dilihat dari ukuran partikel dan
polidispersitas. Target ukuran partikel terbaik
bervariasi, namun standar
ukuran partikel umumnya
berkisar 1 hingga 1000nm. Pada sediaan nanosuspensi ukuran partikelnya berkisar
10- 1000nm (Theophani, dkk. 2023). Analisis statistik menunjukkan bahwa metode
ekstraksi daun tembakau
secara signifikan mempengaruhi ukuran nanopartikel (P<
0,05). Hasil ini mengindikasikan bahwa metode ekstraksi
menghasilkan ukuran partikel
ekstrak yang berbeda,
namun pada akhirnya
menghasilkan ukuran nanopartikel yang berbeda pula
suhu, waktu, dan perlakuan fisik (pengadukan) selama ekstraksi berperan
penting dalam menentukan ukuran nanopartikel.
Ukuran nanopartikel terbesar ditunjukkan pada Formula 2 dan yang paling terkecil
ditunjukkan pada Formula 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu ultrasonikasi dan magnetic stirrer serta sentrifugasi berpengaruh terhadap
ukuran partikel system nanopartikel. Semakin lama waktu pencampuran, maka ukuran partikel
semakin kecil (Jusnita, 2014), sehingga
waktu ultrasonikasi. magnetic stirrer dan sentrifugasi yang optimum dinilai
dari kemampuan melarutkan dan
mendistribusikan suatu bahan secara
merata di dalam system. Apabila
gaya ditingkatkan maka ukuran partikel
semakin kecil. Kurangnya intensitas tumbukan pada partikel mempengaruhi bahan bahan sulit
menjadi homogen, hal tersebut disebabkan karena pencampuran terlalu
lambat.
Ukuran
partikel semakin kecil dengan adanya peningkatan gaya tumbuk yang diberikan.
Prinsip dari magnetic stirrer dalam kekuatan
pengadukan relative rendah,
sehingga lebih cocok untuk campuran
homogen atau larutan
yang memerlukan pengadukan halus dan kurang efektif untuk
pengecilan ukuran partikel
yang signifikan. Prinsip kerja ultra turrax dalam pengadukan memiliki
kekuatan yang sangat tinggi, mampu menghasilkan kecepatan
putar yang besar, dan
sangat efektif dalam mengurangi ukuran partikel. (Nisa,
2021).
Pada F4 dan F5 memiliki
ukuran nanopartikel paling terkecil, hal tersebut disebabkan karena pada F5 dilakukan ultra turrax selama 120 menit, sentrifugasi selama 5 menit, dan penyaringan sebelum uji PSA,
dan pada F4 dilakukan ultra turrax selama 60 menit
kemudian di sentrifugasi selama 5 menit dan penyaringan sebelum uji PSA. Pada F1, F2
dan F3 memiliki
ukuran partikel lebih besar daripada
F4 dan F5, hal ini disebabkan karena pencampuran belum sempurna sehingga
terbentuk koloid (Taurina, dkk 2017). Pada F3, F4 dan F5 pengecilan ukuran partikel menggunakan ultra turrac sehingga
sangat efisien untuk
pengecilan ukuran partikel dan homogenisasi karena memiliki waktu yang lebih cepat dalam mencapai ukuran partikel yang kecil dan homogen(Sadeq, 2020), berbeda dengan F1 dan F2 dengan menggunakan magnetic stirrer, memiliki efisiensi yang rendah dalam pengecilan ukuran partikel, tetapi efisien untuk pencampuran sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk homogenisasi atau pengadukan, dengan
hasil yang tidak selalu konsisten
untuk pengurangan ukuran
partikel (Sadeq, 2020).
Hasil
analisis ragam konsentrasi menunjukkan bahwa konsentrasi dari nanopartikel ekstrak
tembakau berpengaruh nyata terhadap nilai kehilangan berat.
Pada bambu kandungan hemiselulosa
(pati) sangat menentukan kerentanan bambu terhadap serangan organisme perusak kayu (rayap dan bubuk
kayu kering). Semakin
tinggi kandungan pati maka semakin
rentan bambu terhadap
serangan faktor perusak
kayu (rayap dan bubuk
kayu kering).
SIMPULAN
Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa nanopartikel esktrak
tembakau dapat mengurangi serangan rayap pada bambu apus.
Konsentrasi optimum nanopartikel ekstrak tembakau pada pengawetan bambu
apus adalah pada Formula 5. Pada Formula
5,
dihasilkan ukuran
nanopartikel yang paling
kecil sehingga dapat meresap lebih dalam ke pori-pori bambu dan tingkat kematian rayap paling
tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak Suwoko, S.Pd, M.M.Pd,
selaku Kepala MTsN 5 Magetan
yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses
penelitian ini.
2. Ibu Risma Nugraheni, S.Pd dan Ibu Syamsiatul Khusufi,
S.Pd, selaku guru pembimbing yang telah memberikan masukan berharga dan dukungan selama penelitian berlangsung.
3.
Teman-teman kelas XI-G MTsN 5
Magetan yang telah memberikan semangat
dan dukungan moral selama
penulis menjalani penelitian ini.
4.
Keluarga tercinta yang selalu
memberikan doa, dukungan, dan motivasi tiada henti.
5. Semua pihak terkait
yang mendukung penelitian ini sehingga dapat diselesaikan tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdassah Marline. 2020. Nanopartikel
dengan Gelas Ionik,
Farmaka : Volume 15 No.1.
BSN]
Badan Standardisasi Nasional.
2006. Standar Nasional
Indonesia. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu terhadap organisme perusak kayu. SNI 01.7207.2006. Jakarta : BSN
Barly. (2009). Uji
Efektifitas Larvasida Ekstrak Ethanol Daun Mimba (Azadurachta indica) Terhadap Larva Aedes Aegypti,
Tugas Akhir, Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang.
Febrianto, F., A. Gumilang,
S. Maulana, I. Busyra,
dan Agustina. 2014. Keawetan Alami Lima Jenis Bambu terhadap Serangan
Rayap dan Bubuk Kayu kering.
J. Teknologi Kayu Tropis, Fakultas Kehutanan IPB Vol. XII No. 2. Bogor
Hadikusumo SA, Fitriana N dan Sunyata
S. 2002. Pengaruh Ekstrak
Daun temabkau sebagai
Bahan Pengawet Kayu terhadap Serangan Rayap Kayu Kering Cryptotemes cynocephalus Light. Pada kayu Kelapa (Cococs
nucifera L.). Prosiding Seminar
MAPEKI V 30 Agustus – 1 September 2002.
Bogor. Hlm. 417-420
Hadikusumo Sutjipto Achmad. 2007. Pengaruh Ekstrak
Tembakau terhadap Serangan Rayap Kayu Kering Cryptotermes Cynocephalus Light pada bambu apus (Gigantochloa Apus Kurz). Jurnal Ilmu Kehutanan. Volume I No. 2. Yogyakarta.
Handona, H. 2017. Uji Keawetan
Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer). Dengan Metode
Perendaman dalam
Air Mengalir dan dalam Lumpur
terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes
cynocephalus Light). Univeristas Bengkulu. (Skripsi Tidak
dipublikasikan)
Heriyanto,
Ari dkk. 2021. Tingkat Ketahanan Batang Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) Terhadap Serangan
Rayap Tanah (Coptotermescurvignathus Homgren)
Dan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes
cynocephalus Light). Journal of Global Forest and Enviromental Science Vol 1 No 1.
Lempang, Mody. 2016. Pengawetan Bambu Untuk Barang Kerajinan
dan Mebel Dengan Metode Tangki Terbuka. Info Teknis EBONI Vol.13
No.2.
Nafed, K. 2011. Menggali Peluang Ekspor untuk Produk dari Bambu. Jakarta
: KPRI
Negara.I.M.S, Simpe, I.N, dan Sasmita
G.M.N (2017). Teknologi
Pengawetan Ramah Lingkungan Untuk Pengrajin Bambu Tradisional Berorientasi Ekspor di Desa Belega
Gianyar.
Nisa, M., Khairuddin, K., &
Rafiana, N. (2021). Formulation and Characterization of Self Nano Emulsion Drug Delivery System
Rice Bran Oil. Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences, 5 (2).
Pradana, Theopani Bagas dkk. 2023. Systematic Review : Nanopartikel dari Bahan dalam Obat Tradisional Indonesia. Majalah Farmaseutik : Vol 19 (4), 624-631.
Putro
D.P., Jumari, Murningsih. 2014. “Keanekaragaman Jenis dan Pemanfaatan Bambu di Desa Lopait
Kabupaten Semarang Jawa
Tengah”. Jurnal
Akademika Biologi: Vol 3 No 2, 71-79.
Sadeq, Z.A. (2020). Review on nanoemulsion : Preparation and evaluation. International Journal of Drug Delivery Technology, 10(1), 187-189
Samudra, Agung Giri, dkk. 2021. Formulasi Nanopartikel Kitosan ekstrak Metanol alga laut coklat (Sargassum hystrix) dengan metode gelas ionic. Jurnal Ilmiah Manuntung 7(1), 92-99.
Sarker S., Lim Un Taek. 2018. Extract of Nicotina
tabacum as a potential control agent of Grapholita molesta
(Lepidoptera : Tortricidae). PLoS One 13 (8): e0198302
Sribudiani, E., Satiti, E. S., Arsyad,
W. O. M., Somadona, S., Damayanti, R., Djarwanto, Sulaeman,
R., Yusuf, S., Amin, Y.,
Tarmadi, D., Pramasari, D. A., & Syafrinal. (2021). Efektivitas
pengawetan dengan teknik infus dan bandage pada pohon balam terhadap serangan
rayap kayu kering.
Jurnal Penelitian Hasil
Hutan, 39(2), 65–73.
Tomalang,
F.N., A.R. Lopez, J.A. Semara, R.F. Casin, and Z.B. Espiloy.
1980. Properties
and utilization of Philippine erect bamboo.
International Seminar on Bamboo
Research in Asia. Singapore, May 28-30 International Development Research Center and the International Union of Forestry
Research Organization. pp. 266-275.
Yadav, V., & Lohani, H. (2017). Bio-efficacy
of plant extracts against wood
destroying fungi and termites. International Journal of Chemical
Studies, 5(4), 66-69.
Zhang, Y., Wang, S., Li, C., & Zhang, Y. (2020). Termiticidal activity of tobacco extracts on Coptotermes formosanus Shiraki. Forests, 11(2), 210.
doi:10.3390/f11020210
Tidak ada komentar:
Posting Komentar