Senin, 02 September 2024

INOVASI NANOPARTIKEL SEBAGAI PENGAWET BAMBU APUS ANTI RAYAP

 

Jihan Farraas Nabiilah1, Prasasti Damai Larasati2

Madrasah Tsanawiyah Negeri 5 Magetan

 

Abstrak :

Rayap menjadi ancaman bagi para pengrajin karena menyerang bambu apus yang digunakan sebagai bahan kerajinan. Selama ini, pengrajin mengawetkan bambu dengan cara merendam bambu dengan lumpur, menjemur bambu, dan menggunakan bahan kimia. Daun tembakau dengan kandungan utama berupa nikotin banyak dipelajari sebagai bahan pengawetan bambu. Namun, pembuatan nanopartikel ekstrak tembakau belum banyak diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan konsentrasi optimum nanopartikel ekstrak tembakau terhadap serangan rayap pada bambu apus. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan teknik eksperimental laboratorium. Tahapan pembuatan nanopartikel ekstrak tembakau diawali dengan pembuatan ekstrak tembakau menggunakan metode maserasi dengan pelarut ethanol 96%. Tahap selanjutnya yaitu pembuatan nanopartikel ekstrak tembakau. Berdasarkan uji PSA diperoleh hasil F5 memiliki ukuran partikel paling kecil dibandingkan dengan formula lainnya. Kemudian nanopartikel ekstrak tembakau diaplikasikan pada bambu apus dan diujikan ke rayap. Hasil dari pengujian ini adalah bambu apus yang telah diberi perlakuan nanopartikel ekstrak tembakau tidak didekati oleh rayap. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya mortalitas rayap yang tinggi pada perlakuan F5

 

Kata Kunci : Nanopartikel, ekstrak tembakau, bambu apus, rayap.

 

 

Abstract:

Termites were a problem to craftsmen because they attacked apus bamboo which was used as a craft material. So far, craftsmen had preserved bamboo by soaking the bamboo in mud, drying the bamboo, and using chemicals. Tobacco leaves, the main content of which was nicotine, had been studied as a bamboo preservative. However, the manufacture of tobacco extract nanoparticles had not been studied. The aim of this research was to determine the effect and optimal concentration of tobacco extract nanoparticles on termite attacks on apus bamboo. The method was quantitative method with laboratory experiment techniques. The steps of making tobacco extract nanoparticles begin with making tobacco extract using the maceration method with 96% ethanol solvent. Then, It was making tobacco extract nanoparticles. Based on the PSA test, the results showed that F5 had the smallest particle size compared to other formulas. Then tobacco extract nanoparticles were applied to bamboo shoots and tested on termites. The results of this test were that bamboo that had


been treated with tobacco extract nanoparticles were not came by termites. This was proven by the high termite mortality in the F5 treatment..

 

 Keywords: Nanoparticles, tobacco extract, apus bamboo, termites.                                                   

 


PENDAHULUAN

 
Magetan      merupakan      salah      satu kabupaten di Jawa Timur yang populer dengan objek wisata. Salah satunya Telaga Sarangan. Pariwisata tersebut memengaruhi munculnya pengusaha di berbagai sektor pendukung kegiatan wisata. Selain pariwisata, Kabupaten Magetan terkenal dengan kerajinan yang menjadi sektor pendapatan bagi masyarakat di Magetan. Ada kerajinan kulit dan bambu yang menjadi penyumbang perekonomian daerah di Kabupaten Magetan. Namun, kerajinan bambu patut mendapat perhatian lebih.

Sebab, usaha tradisional itu tetap eksis di era serba modern seperti sekarang ini. Tanaman bambu yang melimpah menjadikan bambu sebagai ikon Kabupaten Magetan sehingga dijuluki “Pring Sedapur” yang memiliki arti “serumpun pohon bambu”. Sebagian besar masyarakat Kabupaten Magetan memiliki tanaman bambu di mana hasil panen bambu tersebut digunakan untuk anyaman. Sumber bahan baku bambu yang berlimpah membuat masyarakat Magetan memanfaatkan bambu tersebut sebagai sumber perekonomian.

Upaya pelestarian bambu pun digalakkan oleh Pemerintah Kabupaten Magetan melalui Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Magetan. Dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, DLH Magetan menggelar festival tahunan, yaitu “Festival Bambu dengan Tema Magetan Jadoel 2024”. Festival yang mengusung kearifan lokal


 

tersebut diikuti oleh seluruh stakeholder di Magetan dan sekolah adiwiyata. Salah satunya, MTsN 5 Magetan. Acara tersebut merupakan kolaborasi antara stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan, peningkatan perekonomian, dan pencegahan dampak lingkungan sehingga tercapai keseimbangan antara sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kegiatan itu juga merupakan wadah bagi pengrajin bambu di Magetan untuk mempromosikan hasil kerajinan mereka kepada pengunjung festival.

Salah satu sentra Industri Kecil Menengah (IKM) yang memproduksi anyaman bambu dengan bahan dasar bambu apus adalah Desa Ringinagung. Bambu apus memiliki keunggulan dibanding bambu yang lain. Keunggulan bambu apus di antaranya seratnya halus, mudah dibentuk atau lentur, harganya lebih murah, lebih tahan lama dan mudah didapatkan di lingkungan masyarakat. Selain itu, bambu apus memiliki potensi yang bagus untuk dimanfaakan (Putro, Jumari, & Murningsih, 2014). Di sana berbagai macam kerajinan dibuat seperti caping, tempat buah, alat hiasan lampu, besek, asbak dsb. Dalam penggunaan bahan baku, bambu apus tidak dapat bertahan lama karena adanya serangan hama perusak, yaitu rayap. Frekuensi kerusakan bambu yang disebabkan serangga cukup tinggi yaitu 92,6%. Kerusakan ini disebabkan oleh rayap kayu kering sebesar


51%, bubuk kayu kering sebesar 18% dan sisanya 31% disebabkan oleh rayap tanah dan kumbang Xylocopha sp (Barly, 2009). Kandungan zat pati di dalam serat bambu pada usia 1 sampai 2 tahun pertama tinggi, sehingga hama menyerang pada bambu (Nafed, 2011).

Andalusia (1984) membuktikan bahwa pada bambu apus terdapat intensitas serangan yang cukup tinggi terhadap serangan rayap kayu kering tanpa perlakuan jika dibandingkan dengan yang diberi perlakuan perendaman dalam lumpur. Untuk mengurangi serangan rayap, pengrajin selama ini menerapkan cara pengawetan menggunakan bak perendam (menyerupai kolam) dengan ukuran yang panjang. Akibatnya, hasil pengawetan kurang memuaskan karena menyebabkan penampilan bambu menjadi bercak-bercak (kusam) pada kulit luarnya. Selain itu, pengrajin menggunakan cara menjemur di bawah sinar matahari. Tetapi, untuk mengetahui bambu yang cukup tahan terhadap serangan rayap, diperlukan waktu yang lama setidaknya enam bulan. Sedangkan, pengawetan bambu apus dengan bahan kimia dapat mencemari lingkungan.

Nanoteknologi           akhir-akhir           ini meningkatkan segala aspek kebutuhan manusia. Senyawa logam berukuran nano menunjukkan aktivitas yang lebih baik dibandingkan ukuran yang lebih besar dalam menghambat perkembangan hidup mikroba (Loo dkk, 2018). Nikotin yang terdapat dalam daun tembakau mudah diekstrak dengan air dan bersifat racun terhadap serangga. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sutjipto (2009), pengawetan bambu apus dengan ekstrak tembakau hanya mampu mematikan rayap


kayu kering sebanyak 61%.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti mengembangkan penelitian dengan judul “Inovasi Nanopartikel sebagai Pengawet Bambu Apus Anti Rayap”.

 

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium yang dilaksanakan di Laboratorium B2P2TOOT Tawangmangu dan Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Subjek penelitian adalah nanopartikel, ekstrak tembakau, bambu apus dan rayap. Sampel yang digunakan adalah pembuatan nanopartikel ekstrak tembakau dengan konsentrasi yang berbeda kemudian diujikan terhadap bambu agar terhindar dari rayap. Alat yang digunakan di antaranya gergaji manual, oven, beaker glass dengan berbagai ukuran, hotplate magnetic stirrer, corong buchner, rotary vacuum evaporator, PSA, sentrifuge, kuvet, ultra turrax, neraca analitik, whaterbath, tabung reaksi, cawan uap, kertas saring dengan ukuran 0,4 mikron, buret, mikropipet. Peneliti menggunakan bahan daun tembakau kering, bambu apus, 0,2% kitosan, 0,1% sodium tripolifosfat, ethanol 96%, rayap kayu kering (Cryptotermes Cynocephalus Light), aqua destillata, asam asetat, gliserin, aqua for injection.

Teknik analisis data kuantitatif dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama ialah persiapan sampel dilakukan dengan pemotongan bambu menjadi berbagai ukuran yang seragam (3 cm) sebanyak 30 biji kemudian sampel bambu apus dikeringkan

dengan menggunakan oven kurang lebih 24


jam sampai kadar air bambu 13%. Pembuatan ekstrak tembakau dari daun tembakau didapatkan dari Dusun Ngrobyong, Sidomulyo, Magetan sebanyak 30 kg. Kemudian dioven dengan suhu 50°C Selama 2x24 jam Tembakau di blender untuk memperkecil ukuran partikel. Setelah menjadi serbuk, daun tembakau di maserasi dengan ethanol 96% (1:10) selama 1x24 jam Dengan sesekali pengadukan. Filtrat kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 55°C. Lalu, diuapkan dengan oven selama 3 x 24 jam untuk mendapatkan ekstrak yang kental. Pembuatan larutan kitosan dengan cara menimbang kitosan sebanyak 2,4 gr kemudian dilarutkan dengan asam acetat 1% sampai 1000mL dengan menggunakan pengaduk magnetic stirrer. Pembuatan larutan sodium tripolifosfat sebanyak 0,12 g dilarutkan dalam aqua bidestillata sampai 100mL dengan menggunakan pengaduk magnetic stirrer dengan kecepatan 700 rpm. Pembuatan larutan ekstrak tembakau dengan cara menimbang ekstrak kental sebesar 5,4 gram kemudian di tambahkan aqua 160mL dan gliserin sebanyak 40 ml. Pembuatan larutan nanopartikel ekstrak tembakau pada F2 dengan cara mengambil 3,7 ml (variasi konsentrasi 0%-10%) dicampurkan dengan larutan kitosan 92 mL (variasi konsentrasi) kemudian diaduk menggunakan pengaduk magnetic stirrer pada kecepatan 700rpm sampai larut, kemudian tambahkan larutan Sodium TPP sebanyak 8,3 mL secara tetes demi tetes menggunakan buret dan dibantu pengadukan menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 700 rpm. Nanopartikel


kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui ukuran partikel menggunakan PSA. Masing- masing formula diambil 100 mikro kemudian diencerkan ke dalam 10mL aqua for injection kemudian diaduk perlahan sampai terbentuk disperse.

Tahap kedua dilakukan dengan pengujian bambu terhadap rayap. Pengujian keawetan alami bambu terhadap serangan rayap kayu kering. Contoh uji bambu dipotong dengan ukuran 3 cm. Kemudian dioven dengan suhu 50oC selama 24 jam untuk mendapatkan berat bambu sebelum pengujian (W1). Selanjutnya bambu dimasukkan ke dalam toples sehingga bambu menyentuh dinding botol uji. Sebanyak 50 ekor rayap tanah yang sehat dan aktif dimasukkan ke dalam toples uji. Toples uji ditutup dan disimpan diruang gelap selama 12 hari. Setiap 3hari sekali, contoh uji dibongkar, dibersihkan dan dihitung jumlah rayap yang masih hidup untuk menentukan mortalitasnya.

 

HASIL

Uji ekstrak tembakau dilakukan dengan uji organoleptis lalu dihitung nilai rendemennya. Rendemen merupakan perbandingan berat ekstrak yang dihasilkan dengan berat simplisia sebagai bahan baku.

 

% rendemen = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ x 100%

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎

 

 

 

% rendemen = 213,13 x 100% = 0,27%

800,89


 

 

 

Formula

Ukuran partikel (nm)

 

 

Rata-rata ± SD

Uji

Replikasi

1

Replikasi

2

F1

469,9

625,4

656,8

584,03±100,08

F2

700,9

809,1

244,1

584,70±299,88

F3

324,6

292,3

453,0

356,63 ± 85,00

F4

166,9

157,8

167,0

163,90 ± 5,28

F5

142,5

155,0

151,2

149,56 ± 6,40

 

 

Hasil dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

 


 Tabel 1. Hasil Ekstrak Tembakau Analisis statistik menunjukkan bahwa


Diagram 1. Ukuran Nanopartikel

Tabel 2. Hasil Ukuran Partikel, Rata-Rata dan SD pada masing-masing Formula

Keterangan :

F1 : Formulasi nanopartikel tanpa ekstrak tembakau

F2 : Formulasi nanopartikel ekstrak tembakau 1% dengan variasi pencampuran dengan magnetic stirrer selama 24 jam

F3 : Formulasi nanopartikel ekstrak tembakau 2% dengan variasi pencampuran dengan ultra turrax selama 40 menit

F4: Formulasi nanopartikel ekstrak tembakau 5% dengan variasi pencampuran dengan


metode ekstraksi daun tembakau secara signifikan memengaruhi ukuran nanopartikel (P< 0,05). Hasil ini mengindikasikan bahwa metode ekstraksi menghasilkan ukuran partikel ekstrak yang berbeda, namun pada akhirnya menghasilkan ukuran nanopartikel yang berbeda pula suhu, waktu, dan perlakuan fisik (pengadukan) selama ekstraksi berperan penting dalam menentukan ukuran nanopartikel.

Hasil ukuran partikel sistem nanopartikel F1, F2, F3, F4, dan F5 dapat dilihat pada grafik dan tabel dibawah ini :



ultra turrax selama 60 menit

F5 : Formulasi nanopartikel ekstrak tembakau 5% dengan variasi pencampuran dengan ultra turrax selama 120 menit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu ultrasonikasi dan magnetic stirrer serta sentrifugasi berpengaruh terhadap ukuran partikel sistem nanopartikel. Pada F4 dan F5 memiliki ukuran nanopartikel paling terkecil, hal tersebut disebabkan karena pada F5 dilakukan ultra turrax selama 120 menit, sentrifugasi selama 5 menit, dan penyaringan sebelum uji PSA, dan pada F4 dilakukan ultra turrax selama 60 menit kemudian di sentrifugasi selama 5 menit dan penyaringan sebelum uji PSA.


Kotak Teks: Ukuran partikel (nm)Kriteria Uji One Way ANOVA adalah jika p-value < α (0,05) menyimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan dalam ukuran nanopartikel di antara kelompok perlakuan dan apabila p-value > 0,05 maka tidak ada perbedaan signifikan dalam ukuran nanopartikel atau terdistribusi normal. Hasil statistic One Way ANOVA menunjukkan nilai


signifikansi p>0,05 yang berarti data terdistribusi normal. Selanjutnya hasil uji Tukey menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna ukuran partikel antar formula yaitu pada F5, F4 dan F3 menunjukkan hasil yang sama dan Pada F3, F2 dan F1 menunjukkan hasil yang sama.


Kotak Teks: 25,57Kotak Teks: 16,5Kotak Teks: 14,33Kotak Teks: 26,71Kotak Teks: 20,4Pengujian pada bambu dimulai dari menganalisis nilai kehilangan bambu sebelum dan sesudah pengeringan. Nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap dapat dilihat pada diagram berikut ini :

 

 


 











Diagram 2. Hasil Uji Kerapuhan Bambu Klasifikasi ketahanan bambu terhadap rayap kayu kering SNI 01.7206.2006

Kelas

Ketahanan

Kehilangan Berat (%)

I

Sangat tahan

< 2,0

II

Tahan

2,0 – 4,4

III

Sedang

4,4 – 8,2

IV

Buruk

8,2 – 28,1

V

Sangat Buruk

Ø  28,1

Tabel 3. Klasifikasi etahanan Bambu

Dari diagram di atas dapat disimpulkan bahwa Formula 0 nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap kayu kering berkisar 14,33 – 26,71 artinya pada standar SNI    01.7202.2006    klasifikasi    ketahanan

bambu terhadap rayap kering masuk kedalam


kelas IV dengan range antara 8,2 – 28,1 %. Pada formula ke 1 nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap kayu kering berkisar 8,1-10,83 yang masuk kedalam kelas sedang dengan range 4,4 – 8,2%. Pada formula ke 2 nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap kayu kering berkisar 3-4,8 yang masuk ke dalam kelas Tahan. Pada formula ke 3 nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap berkisar 7,5 – 3,5 yang masuk kedalam kelas III yaitu Sedang. Pada formula ke-4 nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap kayu kering berkisar 3,16-1,5 yang masuk kedalam kelas II yaitu Tahan. Pada Formulasi ke 5 nilai kehilangan berat bambu setelah diumpankan pada rayap kayu kering berkisar 1-2,2 yang terletak pada kelas I yaitu sangat Tahan.

Hasil analisis ragam konsentrasi menunjukkan bahwa konsentrasi dari nanopartikel ekstrak tembakau berpengaruh nyata terhadap nilai kehilangan berat. Pada formula II, ke IV dan ke V mempunyai ketahanan yang sama terhadap rayap kayu kering daripada formula ke III, ke I dan ke 0. Pada Formula ke 0 memiliki katahanan yang buruk, hal ini disebabkan karena pada bambu tersebut sebagai control. Pada bambu kandungan hemiselulosa (pati) sangat menentukan kerentanan bambu terhadap serangan organisme perusak kayu (rayap dan bubuk kayu kering).

Diagram 3 menunjukkan presentase mortalitas rayap tanah diakhir pengujian pada ke lima formulasi yang diuji dengan F0 sebagai formulasi kontrol yang tanpa diberi perlakuan apapun. Pada F0 jumlah rayap yang mati
























hanya sedikit karna tanpa perlakuan. Untuk Nilai MR terbanyak terdapat pada F5 dengan rentang kematian rayap 100%.

 




Diagram 3. Diagram mortalitas rayap kayu kering pada 5 formula nanopartikel ekstrak tembakau diakhir pengujian.

 

PEMBAHASAN

Daun tembakau yang telah dipetik, dirajang kecil-kecil, dicuci lalu dibawa ke B2P2TOOT Tawangmangu untuk dilakukan pengeringan menggunakan oven dengan suhu 50°C selama 2x24 jam, setelah itu dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan blender kemudian diekstraksi dengan metode maserasi. Proses maserasi dilakukan dengan cara merendam kurang lebih 800,89 gr serbuk daun tembakau dalam pelarut ethanol 96% dengan perbandingan 1 : 10 selama 1 x 24 jam pada suhu kamar dengan setiap 6 jam sekali diaduk. Pada proses perendaman, sampel tumbuhan akan mengalami pemecahan dinding dan membrane sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada di

dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut


organik (Badaring, dkk, 2020). Proses penyaringan dilakukan dengan menggunakan corong buchner untuk memisahkan antara filtrat dan residu. Filtrat yang dihasilkan berwarna hijau pekat. Warna hijau pekat disebabkan oleh pelarut ethanol 96% yang dapat melarutkan pigmen berupa warna hijau klorofil dari daun tembakau. Setelah itu filtrat dilakukan pemisahan dengan rotary vacuum evaporator, lalu dioven pada suhu 3 x 24 jam untuk membantu pengentalan ekstrak. Kemudian filtrat ditimbang, di lakukan uji organoleptis lalu dihitung nilai rendemennya. Rendemen merupakan perbandingan berat ekstrak yang dihasilkan dengan berat simplisia sebagai bahan baku. Semakin tinggi nilai rendemen menunjukkan bahwa ekstrak yang dihasilkan semakin besar. (Nahor, Evelina M., 2020).

Karakterisasi sediaan nanopartikel dapat dilihat dari ukuran partikel dan polidispersitas. Target ukuran partikel terbaik bervariasi, namun standar ukuran partikel umumnya berkisar 1 hingga 1000nm. Pada sediaan nanosuspensi ukuran partikelnya berkisar 10- 1000nm (Theophani, dkk. 2023). Analisis statistik menunjukkan bahwa metode ekstraksi daun tembakau secara signifikan mempengaruhi ukuran nanopartikel (P< 0,05). Hasil ini mengindikasikan bahwa metode ekstraksi menghasilkan ukuran partikel ekstrak yang berbeda, namun pada akhirnya menghasilkan ukuran nanopartikel yang berbeda pula suhu, waktu, dan perlakuan fisik (pengadukan) selama ekstraksi berperan penting dalam menentukan ukuran nanopartikel.


Ukuran nanopartikel terbesar ditunjukkan pada Formula 2 dan yang paling terkecil ditunjukkan pada Formula 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu ultrasonikasi dan magnetic stirrer serta sentrifugasi berpengaruh terhadap ukuran partikel system nanopartikel. Semakin lama waktu pencampuran, maka ukuran partikel semakin kecil (Jusnita, 2014), sehingga waktu ultrasonikasi. magnetic stirrer dan sentrifugasi yang optimum dinilai dari kemampuan melarutkan dan mendistribusikan suatu bahan secara merata di dalam system. Apabila gaya ditingkatkan maka ukuran partikel semakin kecil. Kurangnya intensitas tumbukan pada partikel mempengaruhi bahan bahan sulit menjadi homogen, hal tersebut disebabkan karena pencampuran terlalu lambat.

Ukuran partikel semakin kecil dengan adanya peningkatan gaya tumbuk yang diberikan. Prinsip dari magnetic stirrer dalam kekuatan pengadukan relative rendah, sehingga lebih cocok untuk campuran homogen atau larutan yang memerlukan pengadukan halus dan kurang efektif untuk pengecilan ukuran partikel yang signifikan. Prinsip kerja ultra turrax dalam pengadukan memiliki kekuatan yang sangat tinggi, mampu menghasilkan kecepatan putar yang besar, dan sangat efektif dalam mengurangi ukuran partikel. (Nisa, 2021).

Pada F4 dan F5 memiliki ukuran nanopartikel paling terkecil, hal tersebut disebabkan karena pada F5 dilakukan ultra turrax selama 120 menit, sentrifugasi selama 5 menit, dan penyaringan sebelum uji PSA, dan pada F4 dilakukan ultra turrax selama 60 menit kemudian di sentrifugasi selama 5 menit dan penyaringan sebelum uji PSA. Pada F1, F2


dan F3 memiliki ukuran partikel lebih besar daripada F4 dan F5, hal ini disebabkan karena pencampuran belum sempurna sehingga terbentuk koloid (Taurina, dkk 2017). Pada F3, F4 dan F5 pengecilan ukuran partikel menggunakan ultra turrac sehingga sangat efisien untuk pengecilan ukuran partikel dan homogenisasi karena memiliki waktu yang lebih cepat dalam mencapai ukuran partikel yang kecil dan homogen(Sadeq, 2020), berbeda dengan F1 dan F2 dengan menggunakan magnetic stirrer, memiliki efisiensi yang rendah dalam pengecilan ukuran partikel, tetapi efisien untuk pencampuran sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk homogenisasi atau pengadukan, dengan hasil yang tidak selalu konsisten untuk pengurangan ukuran partikel (Sadeq, 2020).

Hasil analisis ragam konsentrasi menunjukkan bahwa konsentrasi dari nanopartikel ekstrak tembakau berpengaruh nyata terhadap nilai kehilangan berat. Pada bambu kandungan hemiselulosa (pati) sangat menentukan kerentanan bambu terhadap serangan organisme perusak kayu (rayap dan bubuk kayu kering). Semakin tinggi kandungan pati maka semakin rentan bambu terhadap serangan faktor perusak kayu (rayap dan bubuk kayu kering).

 

SIMPULAN

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa nanopartikel esktrak tembakau dapat mengurangi serangan rayap pada bambu apus. Konsentrasi optimum nanopartikel ekstrak tembakau pada pengawetan bambu apus adalah pada Formula 5. Pada Formula 5,

dihasilkan ukuran nanopartikel yang paling


kecil sehingga dapat meresap lebih dalam ke pori-pori bambu dan tingkat kematian rayap paling tinggi.

 

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.   Bapak Suwoko, S.Pd, M.M.Pd, selaku Kepala MTsN 5 Magetan yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penelitian ini.

2.   Ibu Risma Nugraheni, S.Pd dan Ibu Syamsiatul Khusufi, S.Pd, selaku guru pembimbing yang telah memberikan masukan berharga dan dukungan selama penelitian berlangsung.

3.   Teman-teman kelas XI-G MTsN 5 Magetan yang telah memberikan semangat dan dukungan moral selama penulis menjalani penelitian ini.

4.   Keluarga tercinta yang selalu memberikan doa, dukungan, dan motivasi tiada henti.

5.   Semua pihak terkait yang mendukung penelitian ini sehingga dapat diselesaikan tepat waktu.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdassah Marline. 2020. Nanopartikel dengan Gelas Ionik, Farmaka : Volume 15 No.1.

BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu terhadap organisme perusak kayu. SNI 01.7207.2006. Jakarta : BSN

Barly. (2009). Uji Efektifitas Larvasida Ekstrak Ethanol Daun Mimba (Azadurachta indica) Terhadap Larva Aedes Aegypti,


Tugas Akhir, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang.

Febrianto, F., A. Gumilang, S. Maulana, I. Busyra, dan Agustina. 2014. Keawetan Alami Lima Jenis Bambu terhadap Serangan Rayap dan Bubuk Kayu kering. J. Teknologi Kayu Tropis, Fakultas Kehutanan IPB Vol. XII No. 2. Bogor

Hadikusumo SA, Fitriana N dan Sunyata S. 2002. Pengaruh Ekstrak Daun temabkau sebagai Bahan Pengawet Kayu terhadap Serangan Rayap Kayu Kering Cryptotemes cynocephalus Light. Pada kayu Kelapa (Cococs nucifera L.). Prosiding Seminar MAPEKI V 30 Agustus – 1 September 2002. Bogor. Hlm. 417-420

Hadikusumo Sutjipto Achmad. 2007. Pengaruh Ekstrak Tembakau terhadap Serangan Rayap Kayu Kering Cryptotermes Cynocephalus Light pada bambu apus (Gigantochloa Apus Kurz). Jurnal Ilmu Kehutanan. Volume I No. 2. Yogyakarta.

Handona, H. 2017. Uji Keawetan Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer). Dengan Metode Perendaman dalam Air Mengalir dan dalam Lumpur terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dan Rayap Kayu  Kering  (Cryptotermes cynocephalus Light). Univeristas Bengkulu.           (Skripsi            Tidak dipublikasikan)


Heriyanto, Ari dkk. 2021. Tingkat Ketahanan Batang        Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) Terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermescurvignathus Homgren) Dan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light). Journal of Global Forest and Enviromental Science Vol 1 No 1.

Lempang, Mody. 2016. Pengawetan Bambu Untuk Barang Kerajinan dan Mebel Dengan Metode Tangki Terbuka. Info Teknis EBONI Vol.13 No.2.

Nafed, K. 2011. Menggali Peluang Ekspor untuk Produk dari Bambu. Jakarta : KPRI

Negara.I.M.S, Simpe, I.N, dan Sasmita G.M.N (2017). Teknologi Pengawetan Ramah Lingkungan Untuk Pengrajin Bambu Tradisional Berorientasi Ekspor di Desa Belega Gianyar.

Nisa, M., Khairuddin, K., & Rafiana, N. (2021). Formulation and Characterization of Self Nano Emulsion Drug Delivery System Rice Bran Oil. Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences, 5 (2).

Pradana, Theopani Bagas dkk. 2023. Systematic Review : Nanopartikel dari Bahan dalam Obat Tradisional Indonesia. Majalah Farmaseutik : Vol 19 (4), 624-631.

Putro D.P., Jumari, Murningsih. 2014. “Keanekaragaman Jenis dan Pemanfaatan Bambu di Desa Lopait


Kabupaten Semarang Jawa Tengah”. Jurnal Akademika Biologi: Vol 3 No 2, 71-79.

Sadeq, Z.A. (2020). Review on nanoemulsion : Preparation and evaluation. International Journal of Drug Delivery Technology, 10(1), 187-189

Samudra, Agung Giri, dkk. 2021. Formulasi Nanopartikel Kitosan ekstrak Metanol alga laut coklat (Sargassum hystrix) dengan metode gelas ionic. Jurnal Ilmiah Manuntung 7(1), 92-99.

Sarker S., Lim Un Taek. 2018. Extract of Nicotina tabacum as a potential control agent of Grapholita molesta (Lepidoptera : Tortricidae). PLoS One 13 (8): e0198302

Sribudiani, E., Satiti, E. S., Arsyad, W. O. M., Somadona, S., Damayanti, R., Djarwanto, Sulaeman, R., Yusuf, S., Amin, Y., Tarmadi, D., Pramasari, D. A., & Syafrinal. (2021). Efektivitas pengawetan dengan teknik infus dan bandage pada pohon balam terhadap serangan rayap kayu kering. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 39(2), 65–73.

Tomalang, F.N., A.R. Lopez, J.A. Semara, R.F. Casin, and Z.B. Espiloy. 1980. Properties and utilization of Philippine erect bamboo. International Seminar on Bamboo Research in Asia. Singapore, May 28-30 International Development Research Center and the International Union of Forestry Research Organization. pp. 266-275.


Yadav, V., & Lohani, H. (2017). Bio-efficacy of plant extracts against wood destroying fungi and termites. International Journal of Chemical Studies, 5(4), 66-69.

Zhang, Y., Wang, S., Li, C., & Zhang, Y. (2020). Termiticidal activity of tobacco extracts on Coptotermes formosanus Shiraki. Forests,                              11(2),                 210.

doi:10.3390/f11020210

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

MTSN 5 MAGETAN MEMBANGUN KERJASAMA DENGAN LEMBAGA LAIN

Semakin berkembangnya kemajuan jaman, dan semakin besarnya peranan pendidikan dalam kebutuhan ilmu, maka Madrasah dapat menjalin kerja sama ...

Popular Posts